Bilangin Mami Lohhh...

| Senin, 03 Februari 2014
Share on :
LUPUS KECIL : HILMAN

INI cerita ketika bulan puasa. Lupus
dan Lulu, meski masih mungil, tapi
sudah diwajibkan Papi puasa sampai
magrib. Sampai matahari terbenam di
balik
belahan bumi barat. "Biar irit," bisik
Papi ke Mami. "Kan mereka tak minta
jajan
lagi sepanjang siang. "
Namun udara sore di bulan suci itu
terasa panas. Panaaas banget. Saking
panasnya, keringat yang menetes di
kening Lupus langsung mendidih.
Hihihi.
Yang jelas sore itu benar-benar terasa
menyebalkan. Padahal hari itu adalah
hari
pertama di bulan puasa. Lupus sampe
uring-uringan. Dia bingung banget
mengatasi hawa panas. Mana
tenggorokannya jadi ikut-ikutan
kering lagi. Mau
kumur-kumur takut batal. Biar terasa
seger, akhirnya Lupus mengambil kipas
angin kemudian membuka mulutnya
lebar-lebar. Maksudnya biar
tenggorokkan
bisa seger, gitu. Hihihi.
Daripada resah mikirin hawa panas,
kenapa nggak ngajakin Lulu main
tebakan aja, Pus. Lulu-nya mana, ya?
Nah, itu. Kebetulan Lulu juga lagi
nggak
ada kerjaan.
Tapi sebetulnya Lupus memang agak
males ngajakin Lulu main tebakan.
Abis tiap dikasih tebakan Lulu bisa
ngejawab terus, sih.
"Lu," panggil Lupus. "Main tebakan,
yuk?"
"Boleh," tukas Lulu cepat, sambil tetap
memainkan Barbie. "Tapi kalo
ketebak jangan marah, lho."
"Tapi kali ini pasti nggak bakal
ketebak"
"Coba aja," tukas Lulu.
"Tuti apa yang lagi ngetop sekarang?"
tanya Lupus dan berharap Lulu
nggak bisa ngejawab.
Lulu yang cuek itu terus aja
menyayang-nyayang bonekanya dan
cuma
berkata, "Itu tebakan kecil, Kak."
"Iya, Tuti apa, kalo tau?" Lupus
merasa kesel diremehin begitu.
"Tuti One Jump Street!"
Lupus melongo karena Lulu dengan
gancel menjawab tebakannya.
Maksud jawabannya memang: Twenty
One Jump Street, film seri yang lagi
ngetop diputar di televisi swasta.
"Oke, satu lagi. Tipi apa yang bisa
terbang?" Lupus yakin kali ini Lulu
pasti nggak bisa nebak.
"Itu juga kecil, Kak."
"Iya, tipi apa?!"
"Tipi... kir-pikir mustahil, deh. Hihihi."
Sial! Lupus bener-bener sial. Lagi-lagi
ketebak. Lupus jadi kesel. Dan
tanpa disadarinya, karena
tenggorokannya semakin kering
setelah melontarkan
tebakan, Lupus membuka pintu kulkas
dan langsung menenggak air dingin
dalam
botol.
"Wah, Kak Lupus batal! Kak Lupus
batal!" teriak Lulu mengingatkan.
Ya amplop! Lupus bener-bener lupa.
Dia nggak sadar kalo sedang puasa.
Tapi botol air dingin itu sudah keburu
kosong melompong.
Lupus kaget banget. Dia buru-buru
menyimpan botol itu di dalam kulkas.
Kemudian menyeka mulutnya dan
berusaha mengeluarkan air yang sudah
diminumnya.
"Naa... cengaja minum, ya. Bilangin
Mami, 1o..."
"Jangan, Lu. Saya nggak sengaja.
Bener."
"Nggak cengaja kok abis sebotol."
"Tadinya nggak sengaja, terus
nanggung, gitu."
"Ya, udah, ntar bilangin Mami!"
"Jangan, Lu, nanti Mami bisa marah
berat kalo sampe tau anaknya nggak
puasa. Mami akan merasa gagal
mendidik anaknya dengan akhlak yang
baik. Dan
meskipun puasa, Mami pasti akan
tetap marah-marah, karena Mami
marahnya
disimpan setelah buka puasa nanti.
Jangan ya, Lu."
"Nggak bica. Pokoknya Lulu bilangin!"
"Duh, jangan dong, Lu. Nanti saya
nggak dibeliin baju Lebaran, nih. Saya
juga pasti akan dapat hukuman nguras
bak mandi, Lu."
"Masa bodoh. Kalo nanti Mami pulang
dari pasar, Lulu bilangin!"
"Jangan, Lu. Tolong saya, dong. Nanti
kalo kamu mau ngasih duit ke saya
pasti saya terima, deh. Asal kamu
nggak ngadu ke Mami. "
"Enak aja ngasih duit ke kamu. Kamu
yang harus ngasih duit ke saya,
tau!"
"Iya, iya. Nanti kamu saya kasih duit.
Kamu juga boleh main-main di
kamar saya, boleh ngacak-ngacakin
buku-buku cerita, boleh guling-
gulingan di
kasur. Asal jangan ngadu ke Mami."
"Tapi benar, ya, Lulu boleh ngapain
aja?"
"Iya."
Dan ketika Mami pulang dari pasar
membeli manis-manisan buat berbuka
nanti, Lupus merasa deg-degan. Takut-
takut kalo Lulu ngadu. Karena kalo
ngadu
bisa berabe.
"Halo, anak-anak, lagi pada ngapain,
nih?" sapa Mami pada Lupus dan
Lulu.
"Ya, lagi gini-gini aja," tukas Lulu
cuek.
Tapi Lulu tiba-tiba naik ke pundak
Lupus. "Ayo, jadi kuda! Jalan
mutermuterin ruang makan!"
Mami kaget. "Lulu, kamu ini apa-
apaan, sih! Kakakmu kan puasa, nanti
capek, dong."
Tapi Lulu cuek. Dan Lupus jelas nggak
bisa berbuat apa-apa. Sementara
Lulu benar-benar memanfaatkan
peluang ini.
"Nggak apa-apa, Mi, Kak Luputs kuat
kok. Kan tadi malem caurnya
nambah. Iya, kan, kuda?"
"Bener, Pus, kamu nggak apa-apa?"
Mami kuatir.
"B-bener, Mi, Lupus nggak apa-apa,
kok," ujar Lupus cepat. Padahal
hatinya gondok bukan main. Pengen
rasanya ngejitak pala Lulu.
"Hei, kudanya kok nggak mau jalan,
sih. Ayo jalan!" Lulu menyabet
pantat Lupus pake pensil.
"Auw!" Lupus berteriak kesakitan. Tapi
Lupus nggak bisa berbuat apaapa.
Ia harus mau mengikuti perintah Lulu.
Setelah puas main kuda-kudaan, Lulu
kemudian minta dipijitin kakinya.
Lupus keki banget. Dia udah nggak
tahan mau ngejitak pala Lulu.
Tapi Lulu euek. "Jitak aja kalo berani.
Coba jitak!"
"Ya, ya, nggak. Nggak jadi ngejitak."
"Ayo pijit!"
Mami yang lagi repot nyiapin makanan
buat buka puasa, heran banget
ngeliat tingkah Lupus yang mau-
maunya mijitin kaki adiknya.
"Wah, tumben banget. Tadi mau jadi
kuda-kudaan, sekarang mau mijit.
Ceritanya mau banyak-banyak berbuat
amal di bulan puasa, ya, Pus,"
komentar
Mami.
Lupus tak menanggapi omongan
Mami. Ia merasa hari itu adalah hari
paling sial baginya. Karena Lulu terus-
terusan ngerjain. Lulu bener-bener
keterlaluan. Bayangin aja, minta dipijit
dari tadi sore sampe menjelang
magrib.
Tapi ketika Lulu mulai ngacak-ngacak
buku-buku cerita koleksinya, Lupus
benarbenar
nggak tahan untuk tidak ngejitak
kepala Lulu.
"Hua hua hua... hua hua hua...." Lulu
pun menangis berkoak-koak.
Mami berteriak dari dalam dapur, "Ada
apa sih? Masa puasa-puasa pada
berantem. Ayo dong pada beres-beres,
bentar lagi magrib, tuh!"
Lupus nyesel juga ngejitak pala Lulu.
Pasti ni anak bakal ngadu. Tapi
untungnya belon sempat Lulu
berteriak ke Mami, bedug magrib
bertalu-talu.
"Alhamdulillah...."
Tapi di meja makan Lupus kembali
kebat-kebit.
"Awas lho, Lulu bilangin.:.," ancam
Lulu sambil mengusap air matanya.
"Kenapa masih pada berantem, sih.
Percuma pada puasa, dong. Baru
Mami terheran-heran ngeliat kalian
rukun, eh, tau-tau pada berantem lagi.
Lulu
tadi kenapa nangis?" tegur Mami
sambil sibuk menata meja makan.
Belon sempat Lulu ngejawab, Lupus
langsung menyorongkan sesuatu.
"Mau kolak pisang, Lu? Ambil aja, nih."
Lulu girang dan mengambil kolak
pisang itu.
"Lulu, tadi kenapa kamu menangis?"
Mami mengulang pertanyaannya.
"Mau jajan kue serabi di depan mesjid,
Lu? Nih!" Lupus tiba-tiba
menyodorkan uang seratus perak.
Lulu mengambil duit itu dan cepat
dimasukkan ke sakunya.
"Lulu... kenapa kamu tadi menangis?"
teriak Mami kesel karena
pertanyaannya nggak dijawab-jawab.
"A-anu, Mi..."
"Anu apa?"
Sementara Lupus menendang-nendang
kaki Lulu, menawarkan sebuah
permen coklat.
"Anu apa, Lu? Kok diam, sih!"
"A-anu, Lulu tadi dijitak Kak Lupus."
"Lupus, kenapa kamu menjitak Lulu?"
"Dia mengacak-ngacak buku cerita,"
Lupus menjawab tertunduk.
"Lulu, kenapa ngacak-ngacak buku
cerita Lupus?"
"Kak Lupus mengizinkan saya untuk
mengacak-acak, kok."
"Lupus, kenapa mengizinkan Lulu
untuk mengacak-acak buku cerita
kamu?"
"Karena takut kalo Lulu ngadu ke
Mami bahwa..."
"Bahwa apa?"
"Bahwa kemerdekaan itu ialah hak
segala bangsa... Eh, sori, bukan itu,
ding."
"Jadi bahwa apa, dong!" Mami bener-
bener nggak sabar.
"Bahwa Lupus tadi minum air es!"
"K-kamu minum air es?"
"Iya, Mi. Tapi Lupus nggak sengaja.
Sumpah!"
Anehnya Mami tak melanjutkan
interogasinya lagi. Dan Mami juga
nggak
marah. Dia kini malah terbengong
seribu basa.
"Mi, Mami kenapa bengong?" tanya
Lupus dan Lulu heran.
"Nggak. Nggak apa-apa. Cuma waktu
di pasar tadi sore Mami juga lupa
beli es cendol sampe dua gelas, anak-
anak...."

0 komentar:

Posting Komentar

Tolong jangan memberikan komentar yang menusuk di hati lalu tembus di jantung admin

Next Prev
▲Top▲