Newest Post

Sword Art Online Episode 10 Bagian 2

| Senin, 10 November 2014
Baca selengkapnya »
Sebelumnya : Sword Art Online Episode 10 Bagian 1

Batsss!!!!
pada satu titik, pedang hitam di tangan Kirito berhasil menggores pipi Heatcliff.
Heatcliff kaget, sementara Kirito terus saja menyerang, terus begitu, semakin cepat dan cepat dengan kedua pedangnya.

Heatcliff kewalahan, ia tak mampu lagi menahan serangan Kirito.

"Aku mampu menembusnya!!" Pedang di tangan kanan Kirito telah berada tepat di depan kepala Heatcliff.

Sword Art Online Episode 10 - Beelzeta.com

Akan tetapi tiba-tiba saja, Kirito tak mampu melanjutkan serangan itu. Entah kenapa, ada yang aneh pada tubuhnya sampai membuat konsentrasinya buyar. Kemudian dengan mudah, Heatcliff menusuk balik Kirito.

Kirito tertebas kelak, dan akhirnya dianggap kalah.

pertarungan berakhir, dan sorak sorai para penonton semakin menjadi.
Sword Art Online Episode 10 - Beelzeta.com

Kirito kalah, dan mau tidak mau, akhirnya ia bergabung denga Knight of the Blood.

"A-Apa pakaian ini tidak terlalu mencolok??" Kirito mengenakan seragam yang mirip dengan Asuna.
Sword Art Online Episode 10 - Beelzeta.com

"Yang kau kenakan itu sudah minimalis sekali, cocok" Ucap Asunam meski jujur kelihtannya sangat amat tidak pas dengan jiwa hitam Kirito.

"Huh" Kirito merebahkan diri ke tempat tidur, "Guild ya ..."

"Aku tak bermaksud membuatmu terlibat dalam masalah ini" Ucap Asuna.

"Tidak, ini adalah kesempatan yang bagus" Ucap Kirito, "Aku telah mencapai batasku sebagai pemain solo, sebenarnya ini membuatku sedikit senang, tapi ..."

"Hei, Kirito-kun" Asuna hendak menanyakan sesuatu.

"Hm?"

"Aku ingin kau mengatakannya, kenapa kau menolak untuk bergabung dengan guild ataupun dengan orang lain? Ini bukan karena kau seorang Beta Tester ataupun pemilik unique skill kan? Kirito-kun adalah orang yang baik"

Sejenak Kirito menundukan kepala, lalu mulai menjelaskan semua pertanyaan itu.

"Dulu ... Lebih dari setahun yang lalu, untuk pertama kalinya aku bergabung dengan sebuah guild"
Sword Art Online Episode 10 - Beelzeta.com

"Guild itu adalah guild kecil beranggotakan lima orang. Nama guild itu adalah Moonlit Black Cats. Sejujurnya, level mereka berada jauh di bawahku. Jadi jika aku mengatakan levelku yang sebenarnya, mungkin mereka tak akan merekrutku. Untuk itu, akupun menyembunyikannya dan bergabung dengan mereka"

Kirito teringat akan rekan-rekan Moonlit Black Catsnya, Sachi, gadis yang mati tepat di depan mata Kirito ...

"Kebersamaan yang mereka miliki adalah sesuatu yang sangat aku inginkan selama ini. Tapi, waktu itu ..."

Mereka semua mati, kilasan akan kematian mereka terus terbayang di benak Kirito.
Sword Art Online Episode 10 - Beelzeta.com

"Akulah penyebab dari kematian semua anggota guild, jika saja aku tak menyembunyikan identitasku sebagai beater, aku bisa memperingatkan pada mereka betapa berbahayanya ruangan jebakan. Yang telah membunuh Sachi dan mereka semua adalah ... Aku"

Asuna yang sejak tadi duduk mendengarkan cerita tiba-tiba saja bangun, perlahan menghampiri Kirito dan lalu menggenggam pipinya, menatap mata Kirito sambil berkata, "Aku tak akan mati"
Sword Art Online Episode 10 - Beelzeta.com

"Karena, akulah yang akan melindungimu" Asuna menci ... bukan, Asuna meluk Kirito.
----- 23 Oktober 2024, Lantai 55 : Grandum -----

Bersama dengan Asuna, Kirito telah berada di Kastil Knight of the Blood.

"Latihan?"

"Begitulah" Ucap Salah seorang anggota, mengajak Kirito untuk melakukan latihan.
"Kau akan berparty bersamaku atau lebih, dan kita akan menyelesaikan dungeon yang ada di sekitar lantai 55 ini"

"Tunggu dulu, Godfrey" Protes Asuna, "Kirito dan aku ..."

"Meski seorang wakil komandan sekalipin, kita tak boleh melanggar peraturan yang ada kan?" Ucap lelaki itu, lelaki yang dipanggil dengan nama Godfrey.
Sword Art Online Episode 10 - Beelzeta.com
Sword Art Online Episode 10 - Beelzeta.com

"Dan karena dia sudah bergabung, sebagai komandan utama aku harus menguji kemampuannya" Ucap Godfrey, yang ternyata adalah komandan utama. Yang dimaksud disini mungkin adalah semacam komandan utama pasukan, jadi masih di bawah komandan tertinggi yaitu Heatcliff.

"Dia itu lebih kuat darimu, kau tahu" Ucap Asuna.

"Baiklah, kalau begitu kita akan bertemu di Pintu barat tiga puluh menit lagi" Ucap Godfrey dan lalu pergi, dengan tawa penuh semangat. kelihatannya dia orang baik.

"Fiuh ..." Asuna menghela nafas, "Kalau seperti ini, sama saja tak ada waktu untuk berdua" Ucapnya.

"Aku akan segera kembali, tunggulah disini" Ucap Kirito.
Sword Art Online Episode 10 - Beelzeta.com

"Mm, hati-hati ya"

Mau tak mau akhirnya Kirito pergi ke tempat yang dimaksud, dimana Godfrey dan ternyata juga mantan pengawal Asuna telah menunggu. Kirito sedikit kaget ketika melihat ini.
Sword Art Online Episode 10 - Beelzeta.com

"Apa maksudnya ini?"

"ya, mulai sekarang kita semua berada di satu guild sebagai teman, kurasa ini adalah waktu yang tepat untuk memperbaiki hubungan kalian, hahaha" Ucap Godfrey.

"Mengenai waktu itu, aku benar-benar minta maaf, aku tak akan berlaku seperti itu lagi" Kuradeel meminta menundukan kepalanya. "Jadi, tolong maafkan aku"

"Y-Ya" Jawab Kirito.

"Dengan ini, masalah terselesaikan" Godfrey menepuk pundak Kirito, "Hari ini aku ingin menilai bagaimana reaksi kalian terhadap situasi berbahaya. Dan, aku akan menyimpan kristal kalian"

"Kristal teleportasi juga?" Kirito bertanya.

Kuradeel menyerahkan Kristalnya.

"Huh, aku mengerti" Mau tak mau Kiritopun menyerahkannya.

"Yosh, masi kita berlatih!" Godfrey penuh semangat, sementara Kirito dan Kuradeel terlihat lesu.

Mereka bertiga telah sampai di pintu masuk menuju Dungeon, suatu kawasan tebing yang tampak cukup panas luas. Dan lalu setelah berjalan cukup jauh, Godfreypun memberi istirahat.

"Yosh, waktunya istirahat"

Kirito dan Godfrey duduk.

"Aku akan membagikan makanan untuk kalian"

Godfrey mengirim bungkusan bersisi roti lapis dan minuman. Meski tentunya tak akan seenak buatan Asuna, Kirito memakannya. Tapi sebelum makan, Kirto mengambil minumnya terlebih dahulu. Tapi tiba-tiba, baru seteguk ia meminumnya, Kirito melihat Kuradeel memasang senyum licik.

Kirito berpikir cepat dan langsung melempar minuman itu.

Deg ...
Tiba-tiba Kirito tak mampu bergerak.

"Racun pelumpuh?" Pikirnya.

Ternyata Kuradeel belum benar-benar insyaf dan masih saja seperti itu. Dan naasnya, Godfrey juga meminum racun itu dan kini tak mampu bergerak.

Selanjutnya : Sword Art Online Episode 10 Bagian 3

Sumber : http://www.beelzeta.com/

Sword Art Online Episode 10 Bagian 2

Posted by : Unknown
Date :Senin, 10 November 2014
With 1 komentar:

Lupus : Ihhhh..udah gede part 2

|
Baca selengkapnya »
cerita sebelumnya : Lupus - ihhh udah gede part 1

Karya : Hilman

GM 303.95.278

Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama,

Jl. Palmerah Selatan 24-26, Jakarta 10270

Gambar sampul oleh Wedha

Ilustrasi dalam oleh Key Mangunsong

Diterbitkan pertama kali oleh

Penerbit PT Gramedia. Pustaka Utama,

anggota IKAPI, Jakarta, Maret 1995

Dicetak oleh

Percetakan PT Gramedia

Jakarta

Scan oleh syauqy_arr@yahoo.co.id - OCR oleh Raynold

Diedit kembali dalam bentuk eBook format epub oleh Klobot, Juni 2011

Scanned book (sbook) ini hanya untuk pelestarian buku dari kemusnahan dan membiasakan anak-anak kita membaca buku melalui komputer.

DILARANG MENGKOMERSILKAN

atau hidup anda mengalami ketidakbahagiaan.


Setelah lelah main pawai-pawaian, Lupus gak langsung pulang. Tapi malah terus ke kantor majalah tempat ia magang jadi wartawan freelance. Dia mau nunjukin sama orang-orang di sana, para wartawan dan satpam, kalo dia itu sekarang udah gede. Udah lulus SMA. Jadinya awas aja kalo masih pada minta dijajanin sembarangan lagi.



Ya, selama ini kalo Lupus nongol di kantor HAI, orang-orang di sana, termasuk red pel-redaktur pelaksana-dan satpam, langsung pada minta ditraktir. Mending kalo basa-basi dulu. Biasanya mereka langsung main pesen makanan aja. Ada yang mesen siomai, mie pangsit, rujak buah atau sate. Dan dengan tanpa dosa, mereka menunjuk Lupus sebagai penyumbang dana.



"Alaaa, kamu kan masih kecil, Pus. Biaya hidup kamu belon seberapa. Sekali-sekali ntraktir begini kan gak apa-apa," komentar Mas Iwan.



"Iya, Pus. Honor dari tulisanmu paling-paling kan gak abis buat jajan di sekolahan. Di sanakan jajannya murah-murah. Mending kamu jajan di sini. Sekali jajan, honor tulisanmu langsung habis. Kan praktis, tuh. Gak cape-cape mikir mau nabung, mau beli ini-itu," Mbak Retno ikut menimpali.



Tapi hari ini gak ada lagi traktir-traktiran



Dulu-dulu bolehlah. Karena Lupus masih kecil, masih belum lulus SMA. Sekarang? Hohoho, Lupus sudah besaar



Waktu melewati warung-warung tegal dan warung tenda di depan kantor majalah, Lupus sempat jadi buah bibir. Dia jadi bahan omongan orang-orang sewarung lantaran dandanannya yang kelewat ajaib.



"Iya, pasti itu orang planet. Aye yakin banget, deh," tukas Mpok Ijah tukang gado-gado yang asbet. Asli Betawi.



"Ah, masa sih orang planet keren begitu? Pasti orang gila" timpal seorang pengunjung warung.



Lupus sebenernya gak enak juga diomongin begitu. Tapi demi pengakuan, Lupus emang sengaja gak ganti baju. Dia kan mau ngasih tau sama orang-orang se-majalah kalo dia itu lulus. Nah, baju yang penuh coretan tanda tangan ini tentu jadi barang bukti yang otentik. Juga rambut warna-warni yang disemprot pylox. Sayang, orang sewarung itu gak tau misi yang sedang Lupus emban.



"Aye yakin deh, pasti dia orang planet. Sebab aye pernah liat di komik anak aye kalo orang planet tuh rambutnya bekelir begitu. Eh, Jo, mending lo ikutin tu orang. Lo liat di mana dia parkirin piring terbangnya." Orang-orang sewarung pada berjubel-jubel mengintip dari balik jendela yang kordennya lusuh.



Ya, demi pengakuan mau dibilang orang planet, orang gila, terserah



Lupus terus mengayunkan kakinya dengan mantap. Meski di belakang puluhan mata dan mulut terheran-heran. Juga dua anak kecil yang dipapasinya.



"Kak, lulus, ya?"



Lupus mengangguk. "Emangnya kenapa kalo saya lulus?"



"Gini, Kak, saya kan udah kelas enam. Dikit lagi saya juga lulus. Saya pengen deh baju saya ditanda-tangan seperti Kakak. Tapi temen-temen saya belum bisa bikin tanda-tangan, Kak. Bisa nggak, Kak, minta tolong sama temen-temen Kakak untuk menandatangani baju saya nanti kalo saya lulus?"



Lupus bengong.



"Bisa kan, Kak?"



"B-bisa."



Anak kecil itu pun tersenyum senang. Sambil meninggalkan Lupus yang terbengong-bengong, kedua anak kecil itu bersalaman.



Sedetik kemudian Lupus ingat sama misinya untuk menunjukkan ke-gede-annya. Segera ia menerobos pintu depan yang pinggirnya selalu dijaga satpam.



"Halo, Mas Satpam," sapa Lupus pada satpam yang juga sering minta traktir Lupus.



"Hei, Lupus Wah, abis dari mana, nih? Ikut lomba lukis kontemporer, ya?"



"Saya bukan abis ikut lomba lukis, Mas. Saya sekarang sudah lulus. Ini baju penuh tanda-tangan temen-temen saya. Buat kenang-kenangan."



"Lulus? Wah, hebat. Saya boleh ikut nanda-tangan, dong."



"Wah, gak boleh, Mas. Ini khusus temen-temen saya aja."



"Lho, apa saya bukan temen kamu, Pus? Saya kan orang yang sering kamu traktir. Apa ini belum belum membuktikan kalo saya ini temen kamu?"



"Tapi...”



"Ah, sudahlah, Pus. Masa gak boleh, sih? Jangan pilih kasih begitu, dong. Kebetulan saya juga punya spidol nih"



"Eh, ja.....



"Di mana tanda-tangannya?"



"Eh, kecil aja, ya?"



"Jangan khawatir, Pus. Di sini aja, ya?"



Mas Satpam siap-siap membubuhkan tanda-tangannya. Ia mencari-cari tempat yang agak kosong. Sudah tak ada. Tapi Mas Satpam bukan tipe orang yang putus asa. Dengan yakinnya dia menandatangani baju Lupus pas di atas tanda tangan Poppi, yang oleh Lupus amat dijaga agar jangan tercampur dengan tanda-tangan lain. Sekarang? Ah-sialan



"Sudah, Pus. Dulu waktu saya lulus gak ada coret-coretan model begini. Apalagi saya sekolah di kampung yang anak-anaknya paling banyak punya baju putih dua biji. Itu juga dipakai selama tiga tahun, dan kalo tamat langsung diwariskan ke adiknya. Jadi kalo dicorat-coret seperti ini kan gak bisa dipake sekolah lagi. Makanya sekarang saya puas bisa ikut menandatangani baju kamu, Pus. Makasih banyak, ya? O ya, tadi sebelum kamu datang, saya udah pesen mie pangsit. Ntar tolong bayarin ya, Pus? Kamu kan udah gede....”



Udah gede? Lupus hampir berteriak girang, karena pengakuannya mulai diakui. Selama ini, meski udah 17 tahun, Lupus masih sering dianggap anak bawang di kantor majalah situ. Itu lantaran kelakuannya yang tetap minus.



"Tapi, Mas Satpam, saya kan udah gede, kenapa masih disuruh bayarin?"



"Lho, justru karena udah gede kamu jadi bisa ngebedain mana yang baik dan mana yang buruk. Nah, mentraktir orang kan berarti membuat orang lain senang. Itu perbuatan baik....”



Dasar kadal Lupus memaki dalam hati. Dan langsung meninggalkan Mas satpam yang tersenyum kesenangan.



Lupus melangkah masuk ke gedung majalah. Di ruang bawah, Lupus kepergok resepsionis yang kece. Lupus segera memberi senyum, seperti biasanya. Tapi si resepsionis bukannya ngebales senyum Lupus, malah cekikikan. Dia geli banget ngeliat tampang Lupus yang amburadul. Apalagi rambutnya yang dicat warna-warni mulai luntur kena keringat. Jadi jidat dan pipi Lupus ikut berwarna juga.



"Mau ikutan topeng monyet di mana, Pus?" goda resepsionis.



Lupus ketawa.



"Eh, emangnya saya mirip topeng monyet, Ta?"



Si resepsionis cekikikan lagi. Tapi itu lebih baik daripada minta traktir, kan? Lupus pun buru-buru memencet tombol lift.



"Pus, kok buru-buru sih?" ujar resepsionis.



"Mau ikutan tanda-tangan boleh, kan?"



"Enggak"



"Kalo gak boleh ya gak apa-apa. Tapi jangan lupa bayarin siomai ya, Pus? Kamu kan udah lulus sekolah....”



Lupus tercekat. Dia mau protes, tapi pintu lift keburu terbuka. Sial



Sampai di lantai 5, Mas Dharmawan, Mas Kibro, dan para wartawan dan redaktur kontan bengong ngeliat penampilan Lupus yang rada lain.



"Kenapa lo, Pus?" tanya Mas Agus yang lagi menurunkan berita lomba balap karung.



"Saya lulus, Mas," Lupus bangga.



"Wah, traktir, dong"



"Eh, justru..."



Telat. Mas Agus keburu teriak, "Hoii, Lupus lulus Dan dia mau traktir kita-kita"



Para wartawan dan redaktur yang tadinya keliatan lemes itu berubah jadi beringas. Langsung berhamburan keluar untuk memesan makanan di kantin. Tinggal Lupus yang bengong sendiri.



Untung Mas Iwan yang red-pel itu gak ikutan mabur pesen makanan. "Ya, saya duitnya aja ya, Pus?" tukas Mas Iwan kalem.



Sialan. Dikira gak mau



"Pus, boleh aja kamu lulus di sekolah. Tapi di sini status kamu masih tetap magang. Belum lulus jadi pembantu khusus. Kecuali kamu bisa bikin tulisan dahsyat buat majalah kita. Gimana, mau? Kamu kan udah gede," pancing Mas Iwan.



Lupus merasa ditantang.



"Boleh, Mas."



Lupus nerima tawaran itu. Dan ia langsung spontan mengajukan satu tema tulisan yang tiba-tiba terlintas dalam benaknya.



"Tulisan tentang apa, Pus?" tanya Mas RedPel lagi.



"Anu, Mas. Tentang remaja cewek yang pulang pagi."



"Pulang pagi? Apa istimewanya?"



"Gini. Banyak remaja sekarang yang hobi banget ke diskotek. Pulangnya lewat jam dua pagi. Padahal sebetulnya dia itu belum diizinkan orangtuanya untuk ke disko. Tapi mereka nyolong-nyolong waktu pergi. Nah, setelah jojing sepuasnya, giliran mereka kelimpungan gimana cara pulang ke rumah tanpa ketauan atau dimarahi orangtua. Dari sini kan banyak yang bisa kita gali, Mas. Mereka kadang punya akal kadal untuk nipu orangtuanya. Coba itu, sampai segitu dibela-belain"



Mas Iwan mikir sejenak.



"Gimana, Mas?" tanya Lupus.



"Apanya?"



"Itu. Tema tulisan yang saya ajukan."



Mas Iwan memandang ke arah seorang cowok yang kayaknya baru Lupus lihat. Yang ternyata dari tadi duduk di meja kosong di balik lemari buku. "Menurut kamu gimana, Rez? O ya, Pus. Kenalkan, ini Reza, calon wartawan kita juga. Dia baru datang dari Australia. Lagi magang di sini.



"Menurut kamu gimana, Rez?"



"Menarik," ujar Reza singkat. Ada nada tak acuh.



"Oke. Kamu garap aja, Pus. Kamu langsung aja terjun ke dunia mereka. Ikut ngerasain langsung. Kalo bagus, bisa kita turunkan sebagai laporan utama. Tapi, apa kamu bisa bikin tulisan kayak gitu?"



"Bisa, Mas."



"Yang bener?"



"Bener."



"Traktir dulu, dong."



"Katanya Mas mau duitnya aja."



"0, iya. Saya lupa, Pus."



"Saya yakin bisa, Mas."



"Oke, kapan nyerahinnya?"



"Wah, jangan pada waktu dekat ini. Saya mau refreshing dulu abis ujian. Masih stres. Mau liburan. Setelah itu, saya juga harus ngedaptar masuk kuliah."



"Ooo, kamu mau kuliah juga?"



"Iya, dong."



"Jadi kapan?"



"Ntar, kalo udah dapet sekolah."



"Kalo gak dapet sekolah?"



"Pasti dapet."



"Dan tulisan itu pasti bisa?"



"Pasti. "



"Oke, saya tunggu."



Sementara itu para wartawan dan redaktur yang abis berpesta-pora muncul sambil teriak-teriak terima kasih ke Lupus.



"Terima kasih, ya, Pus. Moga-moga aja kamu sering-sering lulus, gitu."



Hihihi...

Lupus : Ihhhh..udah gede part 2

Posted by : Unknown
Date :
With 0komentar
Tag :

Idihhhh Udah Gede..!! part 1

| Jumat, 07 November 2014
Baca selengkapnya »
Karya : Hilman

GM 303.95.278

Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama,

Jl. Palmerah Selatan 24-26, Jakarta 10270

Gambar sampul oleh Wedha

Ilustrasi dalam oleh Key Mangunsong

Diterbitkan pertama kali oleh

Penerbit PT Gramedia. Pustaka Utama,

anggota IKAPI, Jakarta, Maret 1995

Dicetak oleh

Percetakan PT Gramedia

Jakarta

Scan oleh syauqy_arr@yahoo.co.id - OCR oleh Raynold

Diedit kembali dalam bentuk eBook format epub oleh Klobot, Juni 2011

Scanned book (sbook) ini hanya untuk pelestarian buku dari kemusnahan dan membiasakan anak-anak kita membaca buku melalui komputer.

DILARANG MENGKOMERSILKAN

atau hidup anda mengalami ketidakbahagiaan.


"Yihaaa"



Hampir berbarengan suara itu meledak di pelataran SMA Merah Putih. Pagi yang dingin, tapi sekejap berubah semarak oleh sorak-sorai anak-anak kelas 3 yang berkerumun di papan pengumuman lulus ujian anak-anak SMA Merah Putih. Sekumpulan burung gereja yang sejak lama membuat sarang di atas cerobong air, berhamburan terbang saking kagetnya. Seiring lonjakan gembira anak-anak yang sudah memastikan diri lulus.



Ya, sepanjang pagi tadi mereka udah tegang banget nungguin papan keramat itu dibawa keluar. Mereka bergerombol, ngerumpi, deg-degan, dorong-dorongan, jambak-jambakan, senggol-senggolan, pokoknya kanibal banget Itu karena, konon tersebar isu bahwa tahun ini murid tidak lulus seratus persen. Nah, jadi wajar dong kalo mereka tegaang banget. Makanya setelah tau bahwa ternyata mereka bukan termasuk yang gak lulus, mereka girang setengah mati. Melonjak-lonjak mengekspresikan perasaan mereka yang sukar dilukiskan.



Lupus, begitu tau namanya tertera sebagai murid yang lulus, kontan mengepalkan kedua tangannya di udara, menari-nari kegirangan sambil berlari keliling lapangan. Disusul Anto, Gito, Aji, Ruri, lalu temen-temen lainnya. Gak ketinggalan si artis kapiran, Fifi Alone.



Lupus malah sempet buka baju segala, dan melemparkan ke udara. Sebelum jatuh, Gito yang tangkas udah keburu menjambretnya. Lalu membawa lari keliling lapangan. Tinggal Lupus yang kelabakan. Mokal bodinya yang ceking mekingking jadi tontonan orang. Ia pun setengah mati mengejar-ngejar Gito.



"Hei, Dodol, kembaliin baju gue" teriak Lupus.



Gito malah ketawa cekikikan. Kemudian melontarkan baju itu ke arah Anto. Anto menyambutnya, sebelum akhirnya membawa lari baju itu ke sudut lapangan.



Lupus makin keki.



"Ayo kejar, Pus" ejek Anto dari kejauhan.



"Hei, kembaliin, dong. Pada ngocol nih" Lupus menjerit setengah putus asa.



Meta, Ita, Utari yang sempet ngeliat Lupus ber'bugil-ria' menjerit tertahan sambil menutup muka, "Aiiih, syereeeem" Tapi matanya pada mengintip dari sela-sela jari mereka.



"Bodi apa papan penggilesan, tuh"



"Ih, tega lo. Masa segitu kerennya dibilang papan penggilesan? Bukan dong, itu kan gergaji Hihihi...”



"Badan kok selembar?"



"Yeee, bolehnya pada sirik Biar kurus tapi kan seksi" tangkis Lupus, sambil kembali mengejar Anto. Diem-diem dia mokal berat telanjang dada begitu.



Sementara Anto udah mengoper baju ke arah Aji, dan Aji langsung menyembunyikannya di semak-semak.



"Hei, mo' dikemanain baju gue?" tanya Lupus sekonyong-konyong, setelah sadar bahwa bajunya udah gak dipegang Anto lagi.



"Cari aja, ntar juga ketemu."



"Sompret kalian" Lupus terus memaki-maki. Anak-anak malah makin ketawa riang ngeliat tingkah Lupus yang jadi lucu. Bingung, kayak orang kebakaran jenggot. Sibuk sendiri nyariin bajunya di antara semak-semak. Untung ketemu. Tapi pas dipake, mendadak terasa sesuatu yang menggigit-gigit sekujur badannya, dan...



"Yaaaahh" Lupus menjerit kesakitan sambil buru-buru melepas kembali bajunya. Ya, ternyata banyak semut-semut nakal menempel di bajunya.



Lupus makin misuh-misuh sama anak-anak yang tertawa terpingkal-pingkal.





•••





Tapi suasana ceria itu tentu gak terganggu.

hanya karena peristiwa konyol tadi. Buktinya beberapa saat kemudian, Lupus sudah kembali bergabung dengan anak-anak lainnya yang juga lulus. Saling menandatangani baju. Ada yang pake spidol, ada yang pake pylox, dan ada juga yang pake lipstick. Yang pake lipstick, siapa lagi kalo bukan artis kita Fifi Alone? Tapi, emangnya Fifi lulus? Nah, dia emang patut dicurigai kalo lulus. Anak yang punya penyakit aphasia alias salah ngomong melulu itu, nilai-nilai ujiannya kan banyak yang amblas?



Wah-tapi gak tau, deh. Kita gak bisa berkomentar banyak mengenai hal ini. Soalnya, ada yang bilang Fifi Alone itu nyogok biar bisa lulus. Dia kan orang kaya. Bapaknya, denger-denger, termasuk konglomerat. Jadi gak ada yang sulit buat dia.



"Fifi, sini rambut kamu kita cat biar kayak orang bule," ujar Lupus sambil langsung menyemprotkan pylox merahnya ke kepala Fifi, srrrttttt



"AAAW" Fifi Alone menjerit tertahan. Tapi sedetik kemudian, sebagian anak lainnya juga menyemprot dengan warna-warna centil lainnya. Jadilah warna rambut Fifi Alone berwarna-warni centil.



Lalu sekejap kemudian, semua anak pun saling menyemprotkan pylox ke rambut dan baju teman-temannya. Semua kena, semua pasrah. Rasanya begitu bebas, lepas, dari beban kurikulum yang selama ini mengimpit. Beban aturan-aturan sekolah yang menjemukan; gak boleh ngeluarin baju seragam, gak boleh bawa makanan ke dalam kelas, gak boleh melompat pagar, gak boleh bermain voli di dalam kelas, gak boleh tidur saat guru menerangkan, gak boleh nyontek saat ulangan, gak boleh mengganti baju olahraga di depan kelas, gak boleh mencorat-coret dinding, gak boleh masuk ke kamar kecil cewek bagi cowok-cowoknya, gak boleh menyanyikan lagu Guns n' Roses saat upacara bendera, dan seabrek peraturan lainnya. Makanya hari ini, hari hancurnya belenggu itu, dirayakan semeriah mungkin oleh anak-anak.



Tapi, di mana Boim?



Anak itu tak nampak ikut bersenang-senang dengan Lupus dan kawan-kawannya. Apa dia gak lulus?



Ya, wajar juga sih kalo tu  'anak' kagak lulus. Waktu ujian aja, dia yang paling sibuk banget nyari bocoran dan contekan dari temen-temennya. Pernah sekali dikerjain sama Lupus. Pas ujian fisika, baru sepuluh menit berlangsung, wajah Boim sudah nampak pasrah. Ia bersuit-suit memanggil Lupus yang duduk gak jauh dari dia. "Pus, tulisin gue nomor satu, dong" desah Boim.



"Berapa? Nomor satu?"



Boim mengangguk penuh harap-harap cemas.



"0, itu sih gampang," tulis Lupus sambil menulis sesuatu di secarik kertas. Gak berapa lama, kertas itu langsung ditimpukkan ke arah Boim. Tepat kena idungnya. Boim serta-merta memungut, dan membuka dengan perlahan. Tapi betapa bengongnya ia ketika tau yang tertulis di situ cuma angka 'satu' aja.



"Pus, kok yang ada cuma tulisan angka 'satu' aja? Mana jawaban soalnya?" Boim protes.



"Lho, elo kan tadi cuma minta ditulisin nomor 'satu' aja. Itu apa bukan angka 'satu' yang gue tulis?"



Boim bengong.



Makanya anak-anak curiga kalo Boim itu gak lulus.



Tapi, apa iya?



Ya, kita liat aja. Ternyata sejak pagi tadi, si Boim udah menghadap Ibu Biologi yang jadi wali kelasnya. Ia memang dipanggil, karena ada tanda-tanda gak lulus.



Boim jelas panik. Dengan akal kadalnya, ia berusaha meyakinkan Ibu Biologi, "Wah, gawat deh, Bu, kalo saya sampe gak lulus. Gawat. Ngeri. Syerem. Seru. Tegang."



"Apanya yang gawat?" tanya Ibu Biologi acuh tak acuh sambil membenahi kertas-kertas ijazah yang baru ia periksa.



"Anu, Bu. Kalo saya gak lulus, orangtua saya bisa setep. Soalnya sayalah satu-satunya yang diharapkan bisa gak mengikuti jejak Babe yang jadi tukang ketupat, Bu. Mereka ngarepin betul saya jadi dokter, Bu. Lha, gimana saya bisa jadi dokter kalo lulus SMA aja enggak? Tolong, deh, Bu. Mau kan, Bu? Mau deh...," bujuk Boim.



Ibu Biologi jadi kesel juga digerundelin Boim kayak gitu. "Kamu ini apa-apaan, sih. Makanya kalo di sekolah itu belajar yang rajin. Jangan main melulu" bentak Ibu Biologi hilang kesabarannya.



"Ya, Ibu. Masa ngelulusin saya aja gak mau. Lulusin, deh" Boim pantang'menyerah.



"Lulus dengkulmu" akhirnya ia gak tahan juga menghadapi anak gokil yang satu ini. "Sana urus sama Pak Jumadi Ibu ada perlu dengan Bapak Kepala Sekolah...." Serta-merta Ibu Biologi meninggalkan Boim.



Tinggal Boim melongo sendirian. Tapi dasar tu' anak muka badak, ia pun melanjutkan serangan ke Pak Jumadi, guru matematik yang ngomongnya cempreng banget. Mungkin mau niru-niru pengajar matematika yang di tipi.



"Halo, Pak Jumadi, kawan baik saya. Lagi sibuk, ya? Kok nampaknya serius sekali," sapa Boim memasang muka ramah.



"Udah, langsung aja bilang apa maumu. Tak usah merayu," ketus jawaban Pak Jumadi.



"Aduh, Bapak jangan galak begitu, dong. Saya cuma mau tanya, apa saya lulus?"



"Kamu Boim, kan?"



"Iya. Gimana? Lulus?"



"Kamu gak usah khawatir...," suara Pak Jumadi me1embut.



"Jadi, maksud Bapak saya lulus?" Mata Boim berbinar. "Cihuuui"



"Lulus congormu Maksud Bapak, selama guru-guru di sini belon pada gila, pokoknya kamu jangan khawatir lulus, deh"



"Aduh, jelasnya gimana, Pak?"



"Lha, kamu sendiri kan tau guru-guru di sini belum pada gila......



"Jadi... saya..." Boim ragu-ragu ngomong.



"Nggak lulus" serobot Pak Jumadi.



"Aduh, Maaak, mati gue Mati saya, Pak Jumadi. Wah, Pak Jumadi tega bener. Masa saya gak lulus, sih? Kasihan saya dong, Pak. Lulusin saya, dong. Aduh, Bapak ini gimana, sih?" Boim jadi ribut bener.



"Tak bisa. Soalnya nilai kamu tak mendukung, sih"



"Tapi kalo saya gak lulus, Bapak tau apa yang bakal terjadi?"



"Lho, kenapa dipikirin amat? Itu bukan urusan saya, tho?"



"Wah, gawat dong kalo begitu...."



"Gawat buat situ, kan? Buat saya tidak."



Mendengar Pak Jumadi berkata begitu, Boim kontan menangis menggerung-gerung. Tinggal Pak Jumadi yang ganti kelimpungan menenangkan.



"Ada apa ini?" Ibu Biologi yang telah kembali dari kantor Kep-sek tergopoh-gopoh menghampiri.



"Ini, Bu, Boim kesurupan."



"Sudahlah, Boim. Ibu dan Bapak Kepala Sekolah sudah memutuskan, kamu lulus. Tapi lulus percobaan. Nanti kalo di perguruan tinggi kamu tetap malu-maluin, saya bakal tarik kamu ke SMA lagi," putus Ibu Biologi.



"Ha?" Boim menyeka air mata buayanya. "Jadi saya lulus?"



"Iya. Tapi katrolan."



"Cihuuuiii" Boim melonjak kegirangan. Lalu berlarian keluar. Berbaur dengan teman-temannya yang lain.



Sebuah semprotan pylox hitam mampir ke mukanya, langsung menyambut kehadiran Boim di lapangan.



Sang Kep-sek yang ikut memantau kegiatan anak-anak dari balik jendela kantornya bergumam sambil menggeleng-gelengkan kepala, "Seperti hancurnya tembok Berlin di Jerman"



"Betul, Pak. Tepatnya, sekolah kita lama-lama bakal ikut ancur juga" komentar Guru Kesenian yang ikut mendampingi Kep-sek.



Tiba-tiba terdengar suara sirene meraung-raung.



"Apa itu, Pak?" Kep-sek menatap Guru Kesenian. Guru Kesenian ganti menatap Kep-sek.



Mereka berdua saling tatap-menatap.



"Seperti suara mobil pemadam kebakaran"



"Apa yang terbakar?"



"Jangan-jangan sekolah kita"



"Mari kita keluar" Kep-sek panik berlarian keluar. Ia hanya sempat menyelamatkan naskah pidatonya yang baru disiapkan di meja tugas.



Pas sampe di luar, mereka berdua bengong melihat mobil pemadam kebakaran itu parkir di halaman sekolah, sibuk mengguyur anak-anak yang kegirangan. Ya, ternyata anak-anak itulah yang menyewa mobil pemadam kebakaran buat memeriahkan suasana.



Tapi, satu lagi teman Lupus yang dari tadi belum kelihatan. Gusur. Ya, di mana anak itu?



Asal kamu tau aja, ternyata seniman sableng itu emang bener-bener sableng. Waktu pengumuman ujian ini berlangsung, dia malah asyik ikut mancing sama engkongnya di pantai. Cuek pada situasi. Pasalnya tadi pagi-pagi sekali dia udah dibangunin engkongnya untuk pergi mancing. Dan karena dua keturunan itu emang hobi banget mancing, ya mau aja.



Dan dia gak tau kalo ternyata dialah satu-satunya siswa SMA Merah Putih yang gak lulus. Abis gimana mau lulus, waktu yang lain pada ujian aja dia malah ikut engkongnya pulang kampung ke Solo. Lengkaplah sudah kesalahannya.



Eh, tapi jangan mikirin Gusur dulu, kita liat aja Kep-sek yang dari tadi sibuk menenangkan murid-muridnya yang masih dalam luapan emosi gembira. "Perhatian Perhatian" Kep-sek bersuara lewat mimbar melalui mikropon.



Anak-anak tetap berisik. Lupus malah lagi sibuk menandatangani baju anak-anak cewek yang berdiri berjejer sambil bergandengan tangan.



"Hoi Perhatian Perhatian" Kep-sek berteriak lagi.



Anak-anak menoleh. "Eh, ngapain tuh Kep-sek?"



"Mau pidato, kali. Kita dengerin, yuk. Kasihan. Ini kan pidato terakhir dari dia yang bakal kita denger."



Ya, Kep-sek emang hobi banget pidato. Dan dan tadi pagi dia udah ngebela-belain bikin konsep yang ia tulis di secarik kertas.



Anak-anak mulai merubung, hendak mendengar.



Kep-sek tersenyum puas memandang mereka. Dan langsung membacakan pidatonya



"Terus terang, terus gelap...



"Bapak ucapkan selamat dengan tulus kepada yang lulus. Semoga jalan ke depan makin mulus, dan kalian dapat nilai plus.



"Dan Bapak sih setuju-setuju saja kalian merayakan kegembiraan seperti ini. Ini memang sudah menjadi tradisi di setiap tahun. Tapi diharap setiap murid harus kontrol diri. Karena ada perintah dari PDK bahwa sebetulnya kalian tak boleh merayakan aksi gila-gilaan seperti ini, supaya tak terjadi hal-hal yang tak diinginkan.



"Karena terus-terang, sebetulnya kalian harus bersedih lepas dari SMA. Karena kata orang, masa SMA adalah masa yang paling indah. Karena jalan yang bakal kalian lalui setelah lulus SMA akan semakin sulit dan berbelit serta bisa bikin mata bintit karena hobinya ngintip.



"Banyak lulusan SMA yang tak tau harus meneruskan ke mana. Mau ke Perguruan Tinggi Negeri, tes masuk bersaing ketat. Mau ke Perguruan Tinggi Swasta, biayanya terlalu mencekik. Mau langsung kerja, zaman sekarang dengan modal ijazah SMA, apa yang bisa diharapkan?



"Bukan. Bukannya Bapak mau mengurangi rasa gembira kalian dengan membeberkan fakta ini. Hanya perlu diingat bahwa kalian justru baru mulai masuk ke dunia yang sesungguhnya. yang.....



Dor Dor Dor



Tiba-tiba keheningan dipecahkan oleh suara petasan yang disulut oleh anak-anak A3. Semua kaget, terutama Kep-sek. Dan akhirnya suasana kembali rame. Murid-murid seperti tersadar kembali, ngapain sih dengerin pidato di saat hura-hura begini?



"Ah, pidatonya gak seru. Kita konvoi keliling Jakarta aja, yuk?" ajak Gito. Anak-anak lain pun kontan setuju. Mereka berlarian ke mobil-mobil yang emang udah disiapkan untuk konvoi.



"Hoii, pada mau ke mana? Pidato saya belum selesai. Tinggal beberapa bab lagi" teriakan Kep-sek tak digubris.



Akhirnya dengan bak terbuka dan CJ-7 yang kapnya juga dibuka, mereka mulai konvoi keliling kota dengan dandanan ala punk.



Cewek-cewek ikut di mobil sedan yang nguntit di belakang. Wah, seru. Setiap ketemu anak-anak dari sekolah lain, mereka saling berteriak dan ber-toast.



"HOOII, SELAMAT LULUS, YA?"

 

Idihhhh Udah Gede..!! part 1

Posted by : Unknown
Date :Jumat, 07 November 2014
With 0komentar
Tag :

Sword Art Online Episode 10 bagian 1

| Kamis, 08 Mei 2014
Baca selengkapnya »
Sebelumnya : Sword Art Online Episode 9

Pempimpin Knight of the Blood tak mau melepas wakil komandannya begitu saja. Untuk itu, beliau menantang Kirito untuk melakukan suatu duel, "Kalau kau memang menginginkannya, ambillah dia dari kami dengan teknik dua pedang milikmu. Jika kau berhasil mengalahkanku, kau boleh membawa pergi Asuna. Tapi, kalau kau kalah, kau harus bergabung dengan kami, Knight of Blood"


Sword Art Online Episode 10 - Beelzeta.com

"Aku setuju" Sahut Kirito dengan lagas, "Kalau anda menginginkan pertarungan pedang, maka aku dengan senang hati akan menerimanya. Mari kita selesaikan masalah ini dengan duel" Ucapnya.

Kemudian akhirnya pada tanggal 20 Oktober 2024, di sebuah Stadium megah, Collinia, pertarungan mereka akan segera dilaksanakan.

Antusiasme para pemain untuk menyaksikan pertarungan yang kelihatannya akan menjadi sengit dan menegangkan ini begitu tinggi. Mereka beramai-ramai membeli tiket masuk untuk bisa menonton.

"Ayo ayo, tak banyak tempat duduk yang tersisa, ayo cepat" Penjual menjajakan tiketnya.

Sementara itu di suatu lorong, sebelum bertarung Kirito dibentak oleh Asuna, "Kau ini bodoh ya, kenapa berkata seperti itu!!?"

"Maaf, maaf, sudah ku bilang maaf, kan? Aku sama sekali tak memikirkan itu sebelumnya" Ucap Kirito menyesal.

Sword Art Online Episode 10 - Beelzeta.com

"Saat mengetahui kemampuan dua pedang yang dimiliki oleh Kirito-kun, ku pikir kekuatanmu memang melebihi pemain lainnya" Ucap Asuna, "Tapi, pemimpin kami juga memiliki sebuah unique skill"

"Mengenai itu, aku sudah melihatnya beberapa kali" Ucap Kirito, "Kekuatan penyerangan dan pertahanan dari pedang suci. Penyerangan yang sangat kuat, dan dengan pertahanan yang luar biasa"

"Bahkan belum pernah ada seorangpun yang pernah melihat HPnya menurun sampai ke zona kuning, dia benar-benar tak terkalahkan"

"Aku mengerti" Ucap Kirito.

"Apa yang akan kau lakukan nanti? Jika kau kalah, tak hanya aku yang akan tetap tinggal, tapi kau juga harus bergabung dengan Knight of the Blood"

"Tenang saja, Aku tak akan kalah semudah itu" Kirito berdiri, bersiap untuk maju ke arena.
----- Sword Art Online Episode 10 -----

Penonton semakin ramai, kursi penonton telah benar-benar dipenuhi. Mereka semua berkumpul, bersorak tak sabar untuk menyaksikan pertarungan yang sangat dinanti-nanti itu.

"Maafkan aku, Kirito-kun ..." Ucap Heatcliff, "Aku tak menyangka kalau kondisinya akan seperti ini"

"Aku menerima bagian juga kan?"

"Tidak, setelah pertarungan ini, kau akan menjadi anggota guild kami, aku akan menjadikan bagian ini sebagai misi" Heatcliff percaya diri bisa menang.
Sword Art Online Episode 10 - Beelzeta.com

Heatcliff lalu membuka menu, mencari perintah untuk duel dan lalu mengirim permintaan Duel pada Kirito. Kirito menerima permintaan itu dan tentu saja, iapun menerimanya.

Kemudian, duelpun akan segera dimulai. Waktu enam puluh detik sebelum dimulai telah bergerak. Dengan kata lain, tinggal menunggu satu menit lagi pertarungan itu dimulai.

Kirito bersiap dengan kedua pedangnya, sementara Heatcliff bersiap dengan pedang dan perisainya. Mereka saling berhadapan, memasang kuda-kuda sambil menunggu duel dimulai.

Dan akhirnya, duelpun dimulai ...

Batsss!!!!
Kirito melesat pertama, dan ia langsung mengarahkan pedang hitam di tangan kanannya ke arah Heatcliff. Akan tetapi, pemimpin mampu menahannya dengan perisai yang ia bawa.
Sword Art Online Episode 10 - Beelzeta.com

Kirito terus menyerang, akan tetapi dengan perisai besarnya itu, Heatcliff terus mampu menahannya, begitu kuat. Kemudian, ia bahkan balik menyerang Kirito dengan pedang di tangan kanannya. Untung saja, Kirito cepat dan mampu menahannya dengan kedua pedang yang ia bawa.

Kirito meloncat ke belakang, dan kini Heatcliff memulai serangan yang sesungguhnya.

Ia melesat maju menuju lawannya, dan Kirito bersiap untuk mengantisipasi pedangnya. Akan tetapi, Heatcliff malah menghantam tubuh Kirito menggunakan perisai yang dibawanya.

"!!!" Kirito kecolongan, dan sedikit tidaknya hal ini mampu melukainya.

"Perisai!?" Kirito tak menyangka kalau bahkan perisainya itu bisa digunakan sebagai alat serang juga.

Tak lama, Kirito kembali bangkit menyerang, dengan penuh kekuatan menusuk perisai yang dibawa oleh Cliff.

Akan tetapi, perisai itu memang benar-benar kuat.

"Serangan yang mengagumkan" Ucap Heatcliff.

"Prisai yang kau miliki memang sangat kuat" Ucap Kirito.
Sword Art Online Episode 10 - Beelzeta.com

pertarungan sengit kembali berlangsung, begitu cepat, saling tahan dan tebas. para penonton bersorak penuh semangat melihat adegan pertarungan yang mengagumkan itu.

"Masih belum!!" Kirito terus menebas dengan kedua pedangnya, "Masih bisa lebih cepat lagi!!!" Tebasan Kirito semakin cepat dan liar. pertarungan sengit itu terus berlanjut. Sementara dari kejauhan, Asuna tampak melihat khawatir ke arah pertarungan itu.
Sword Art Online Episode 10 - Beelzeta.com
Sword Art Online Episode 10 - Beelzeta.com

"Kirito-kun ..."

Batsss!!!!
pada satu titik, pedang hitam di tangan Kirito berhasil menggores pipi Heatcliff.
Heatcliff kaget, sementara Kirito terus saja menyerang, terus begitu, semakin cepat dan cepat dengan kedua pedangnya.

Heatcliff kewalahan, ia tak mampu lagi menahan serangan Kirito.

"Aku mampu menembusnya!!" Pedang di tangan kanan Kirito telah berada tepat di depan kepala Heatcliff.
Sword Art Online Episode 10 - Beelzeta.com
 
Sumber : Beelzeta.com

Sword Art Online Episode 10 bagian 1

Posted by : Unknown
Date :Kamis, 08 Mei 2014
With 1 komentar:

Bilangin Mami Lohhh...

| Senin, 03 Februari 2014
Baca selengkapnya »
LUPUS KECIL : HILMAN

INI cerita ketika bulan puasa. Lupus
dan Lulu, meski masih mungil, tapi
sudah diwajibkan Papi puasa sampai
magrib. Sampai matahari terbenam di
balik
belahan bumi barat. "Biar irit," bisik
Papi ke Mami. "Kan mereka tak minta
jajan
lagi sepanjang siang. "
Namun udara sore di bulan suci itu
terasa panas. Panaaas banget. Saking
panasnya, keringat yang menetes di
kening Lupus langsung mendidih.
Hihihi.
Yang jelas sore itu benar-benar terasa
menyebalkan. Padahal hari itu adalah
hari
pertama di bulan puasa. Lupus sampe
uring-uringan. Dia bingung banget
mengatasi hawa panas. Mana
tenggorokannya jadi ikut-ikutan
kering lagi. Mau
kumur-kumur takut batal. Biar terasa
seger, akhirnya Lupus mengambil kipas
angin kemudian membuka mulutnya
lebar-lebar. Maksudnya biar
tenggorokkan
bisa seger, gitu. Hihihi.
Daripada resah mikirin hawa panas,
kenapa nggak ngajakin Lulu main
tebakan aja, Pus. Lulu-nya mana, ya?
Nah, itu. Kebetulan Lulu juga lagi
nggak
ada kerjaan.
Tapi sebetulnya Lupus memang agak
males ngajakin Lulu main tebakan.
Abis tiap dikasih tebakan Lulu bisa
ngejawab terus, sih.
"Lu," panggil Lupus. "Main tebakan,
yuk?"
"Boleh," tukas Lulu cepat, sambil tetap
memainkan Barbie. "Tapi kalo
ketebak jangan marah, lho."
"Tapi kali ini pasti nggak bakal
ketebak"
"Coba aja," tukas Lulu.
"Tuti apa yang lagi ngetop sekarang?"
tanya Lupus dan berharap Lulu
nggak bisa ngejawab.
Lulu yang cuek itu terus aja
menyayang-nyayang bonekanya dan
cuma
berkata, "Itu tebakan kecil, Kak."
"Iya, Tuti apa, kalo tau?" Lupus
merasa kesel diremehin begitu.
"Tuti One Jump Street!"
Lupus melongo karena Lulu dengan
gancel menjawab tebakannya.
Maksud jawabannya memang: Twenty
One Jump Street, film seri yang lagi
ngetop diputar di televisi swasta.
"Oke, satu lagi. Tipi apa yang bisa
terbang?" Lupus yakin kali ini Lulu
pasti nggak bisa nebak.
"Itu juga kecil, Kak."
"Iya, tipi apa?!"
"Tipi... kir-pikir mustahil, deh. Hihihi."
Sial! Lupus bener-bener sial. Lagi-lagi
ketebak. Lupus jadi kesel. Dan
tanpa disadarinya, karena
tenggorokannya semakin kering
setelah melontarkan
tebakan, Lupus membuka pintu kulkas
dan langsung menenggak air dingin
dalam
botol.
"Wah, Kak Lupus batal! Kak Lupus
batal!" teriak Lulu mengingatkan.
Ya amplop! Lupus bener-bener lupa.
Dia nggak sadar kalo sedang puasa.
Tapi botol air dingin itu sudah keburu
kosong melompong.
Lupus kaget banget. Dia buru-buru
menyimpan botol itu di dalam kulkas.
Kemudian menyeka mulutnya dan
berusaha mengeluarkan air yang sudah
diminumnya.
"Naa... cengaja minum, ya. Bilangin
Mami, 1o..."
"Jangan, Lu. Saya nggak sengaja.
Bener."
"Nggak cengaja kok abis sebotol."
"Tadinya nggak sengaja, terus
nanggung, gitu."
"Ya, udah, ntar bilangin Mami!"
"Jangan, Lu, nanti Mami bisa marah
berat kalo sampe tau anaknya nggak
puasa. Mami akan merasa gagal
mendidik anaknya dengan akhlak yang
baik. Dan
meskipun puasa, Mami pasti akan
tetap marah-marah, karena Mami
marahnya
disimpan setelah buka puasa nanti.
Jangan ya, Lu."
"Nggak bica. Pokoknya Lulu bilangin!"
"Duh, jangan dong, Lu. Nanti saya
nggak dibeliin baju Lebaran, nih. Saya
juga pasti akan dapat hukuman nguras
bak mandi, Lu."
"Masa bodoh. Kalo nanti Mami pulang
dari pasar, Lulu bilangin!"
"Jangan, Lu. Tolong saya, dong. Nanti
kalo kamu mau ngasih duit ke saya
pasti saya terima, deh. Asal kamu
nggak ngadu ke Mami. "
"Enak aja ngasih duit ke kamu. Kamu
yang harus ngasih duit ke saya,
tau!"
"Iya, iya. Nanti kamu saya kasih duit.
Kamu juga boleh main-main di
kamar saya, boleh ngacak-ngacakin
buku-buku cerita, boleh guling-
gulingan di
kasur. Asal jangan ngadu ke Mami."
"Tapi benar, ya, Lulu boleh ngapain
aja?"
"Iya."
Dan ketika Mami pulang dari pasar
membeli manis-manisan buat berbuka
nanti, Lupus merasa deg-degan. Takut-
takut kalo Lulu ngadu. Karena kalo
ngadu
bisa berabe.
"Halo, anak-anak, lagi pada ngapain,
nih?" sapa Mami pada Lupus dan
Lulu.
"Ya, lagi gini-gini aja," tukas Lulu
cuek.
Tapi Lulu tiba-tiba naik ke pundak
Lupus. "Ayo, jadi kuda! Jalan
mutermuterin ruang makan!"
Mami kaget. "Lulu, kamu ini apa-
apaan, sih! Kakakmu kan puasa, nanti
capek, dong."
Tapi Lulu cuek. Dan Lupus jelas nggak
bisa berbuat apa-apa. Sementara
Lulu benar-benar memanfaatkan
peluang ini.
"Nggak apa-apa, Mi, Kak Luputs kuat
kok. Kan tadi malem caurnya
nambah. Iya, kan, kuda?"
"Bener, Pus, kamu nggak apa-apa?"
Mami kuatir.
"B-bener, Mi, Lupus nggak apa-apa,
kok," ujar Lupus cepat. Padahal
hatinya gondok bukan main. Pengen
rasanya ngejitak pala Lulu.
"Hei, kudanya kok nggak mau jalan,
sih. Ayo jalan!" Lulu menyabet
pantat Lupus pake pensil.
"Auw!" Lupus berteriak kesakitan. Tapi
Lupus nggak bisa berbuat apaapa.
Ia harus mau mengikuti perintah Lulu.
Setelah puas main kuda-kudaan, Lulu
kemudian minta dipijitin kakinya.
Lupus keki banget. Dia udah nggak
tahan mau ngejitak pala Lulu.
Tapi Lulu euek. "Jitak aja kalo berani.
Coba jitak!"
"Ya, ya, nggak. Nggak jadi ngejitak."
"Ayo pijit!"
Mami yang lagi repot nyiapin makanan
buat buka puasa, heran banget
ngeliat tingkah Lupus yang mau-
maunya mijitin kaki adiknya.
"Wah, tumben banget. Tadi mau jadi
kuda-kudaan, sekarang mau mijit.
Ceritanya mau banyak-banyak berbuat
amal di bulan puasa, ya, Pus,"
komentar
Mami.
Lupus tak menanggapi omongan
Mami. Ia merasa hari itu adalah hari
paling sial baginya. Karena Lulu terus-
terusan ngerjain. Lulu bener-bener
keterlaluan. Bayangin aja, minta dipijit
dari tadi sore sampe menjelang
magrib.
Tapi ketika Lulu mulai ngacak-ngacak
buku-buku cerita koleksinya, Lupus
benarbenar
nggak tahan untuk tidak ngejitak
kepala Lulu.
"Hua hua hua... hua hua hua...." Lulu
pun menangis berkoak-koak.
Mami berteriak dari dalam dapur, "Ada
apa sih? Masa puasa-puasa pada
berantem. Ayo dong pada beres-beres,
bentar lagi magrib, tuh!"
Lupus nyesel juga ngejitak pala Lulu.
Pasti ni anak bakal ngadu. Tapi
untungnya belon sempat Lulu
berteriak ke Mami, bedug magrib
bertalu-talu.
"Alhamdulillah...."
Tapi di meja makan Lupus kembali
kebat-kebit.
"Awas lho, Lulu bilangin.:.," ancam
Lulu sambil mengusap air matanya.
"Kenapa masih pada berantem, sih.
Percuma pada puasa, dong. Baru
Mami terheran-heran ngeliat kalian
rukun, eh, tau-tau pada berantem lagi.
Lulu
tadi kenapa nangis?" tegur Mami
sambil sibuk menata meja makan.
Belon sempat Lulu ngejawab, Lupus
langsung menyorongkan sesuatu.
"Mau kolak pisang, Lu? Ambil aja, nih."
Lulu girang dan mengambil kolak
pisang itu.
"Lulu, tadi kenapa kamu menangis?"
Mami mengulang pertanyaannya.
"Mau jajan kue serabi di depan mesjid,
Lu? Nih!" Lupus tiba-tiba
menyodorkan uang seratus perak.
Lulu mengambil duit itu dan cepat
dimasukkan ke sakunya.
"Lulu... kenapa kamu tadi menangis?"
teriak Mami kesel karena
pertanyaannya nggak dijawab-jawab.
"A-anu, Mi..."
"Anu apa?"
Sementara Lupus menendang-nendang
kaki Lulu, menawarkan sebuah
permen coklat.
"Anu apa, Lu? Kok diam, sih!"
"A-anu, Lulu tadi dijitak Kak Lupus."
"Lupus, kenapa kamu menjitak Lulu?"
"Dia mengacak-ngacak buku cerita,"
Lupus menjawab tertunduk.
"Lulu, kenapa ngacak-ngacak buku
cerita Lupus?"
"Kak Lupus mengizinkan saya untuk
mengacak-acak, kok."
"Lupus, kenapa mengizinkan Lulu
untuk mengacak-acak buku cerita
kamu?"
"Karena takut kalo Lulu ngadu ke
Mami bahwa..."
"Bahwa apa?"
"Bahwa kemerdekaan itu ialah hak
segala bangsa... Eh, sori, bukan itu,
ding."
"Jadi bahwa apa, dong!" Mami bener-
bener nggak sabar.
"Bahwa Lupus tadi minum air es!"
"K-kamu minum air es?"
"Iya, Mi. Tapi Lupus nggak sengaja.
Sumpah!"
Anehnya Mami tak melanjutkan
interogasinya lagi. Dan Mami juga
nggak
marah. Dia kini malah terbengong
seribu basa.
"Mi, Mami kenapa bengong?" tanya
Lupus dan Lulu heran.
"Nggak. Nggak apa-apa. Cuma waktu
di pasar tadi sore Mami juga lupa
beli es cendol sampe dua gelas, anak-
anak...."

Bilangin Mami Lohhh...

Posted by : Unknown
Date :Senin, 03 Februari 2014
With 0komentar
Tag :
Prev
▲Top▲