Penulis : HILMAN
Anak-anak kelas dua punya kebiasaan baru.
Tepat
jam satu tengah hari bolong, mereka selalu tampak asyik menunggu bis
jurusan blok M. Lupus, Aji, Boim, dan Gito. Rada aneh juga, rumah mereka
jadi mendadak pada pindah ke blok M semua. Selidik punya selidik,
ternyata mereka itu lagi ngejar cewek. Nggak tau anak sekolah mana. Yang
pasti setiap jam satu, wajah manisnya selalu nampak di jendela bis
jurusan Blok M, dekat pintu depan. Matanya yang bulat bersinar,
rambutnya yang panjang terurai dengan tubuh yang mungil, sempat membuat
cowok-cowok kece SMA Merah Putih itu terkagum-kagum.
Mereka
melihatnya tiga hari yang lalu. Ketika mereka punya rencana mau
makan-makan di Blok M, dalam rangka memperingati hari yang paling
bersejarah dalam kehidupan Boim, karena dia berhasil memenangkan hadiah
porkas setelah sebelas kali ikut. Dan saat itu mereka berempat secara
serempak melongo di pintu bis, mengagumi makhluk cantik yang duduk
dengan manisnya di dekat jendela. Kondektur bis yang bawaannya nggak mau
sabar, sempat gahar juga, "He, lu pada niat nggak sih naek bis gue? Kok
terbengong-bengong begitu?"
Lupus cs yang kaget dibentak begitu, menjawab serempak, "Kita lagi berdoa dulu kok biar selamet di jalan."
Dan sejak itu, setiap malam, mereka punya mimpi yang sama. Tentang gadis di dalam bis.
Makanya
hari-hari berikutnya, mereka jadi sering kedapetan menunggu bis jurusan
Blok M. Setiap ada teman yang tanya, mereka serempak menjawab mau
shopping ke Blok M.
"Kok tiap hari shopping-nya?"
"Maklumlah, namanya juga orang kaya."
Dan sang penanya pun langsung berlalu dengan wajah dongkol.
Bis
yang ditunggu datang, dan mereka berempat serempak bangkit dengan
semangat. Tak peduli bis tersebut sudah penuh sesak, mereka tetap
bela-belain mengejarnya.
"Stop, Bang! Stop!" teriak mereka sambil
berlompatan ke dalam bis yang enggan berhenti. Sang kondektur melirik
jengkel pada mereka. Bukan apa-apa, makhluk-makhluk ini kalau naik bis
pada ribut sekali. Padahal bayarnya cuma gocap. Dia apal betul. Terutama
dengan Lupus yang selalu mengulum permen karet. Atau Boim, playboy SMA
Merah Putih yang wajahnya gabungan antara Jaja Miharja dan Benyamin
(wah, mentok banget deh!)
Dan seperti ramalan sang kondektur,
kala penumpang sudah banyak yang turun, makhluk-makhluk SMA Merah Putih
itu mulai menggoda-goda cewek tadi dengan ributnya.
"Hei, Cewek,
kenalan dong. Nama saya Boim. Cowok paling kesohor di SMA Merah Putih.
Pernah jadi cowok sampul majalah... Bobo. Saya punya motor bebek merah,
yang sekarang --karena satu dan lain hal-- lagi ngadat nggak bisa
dipakai. Mungkin tali kipasnya putus (bego juga si Boim ini, motor mana
ada tali kipasnya?). Tapi jangan kuatir, motor saya yang lainnya banyak
kok. Tinggal pilih aja mau pake yang mana. Setiap hari ganti-ganti. Di
samping itu, saya ini bintang film lho. Saya sering nongol di tipi dalam
acara..."
"Flora dan Fauna!" celetuk Gito dari belakang.
"Bukan! Aneh tapi Nyata!" Lupus ikutan ngomong, membela Boim.
Boim melotot sewot ke arah Lupus dan Gito yang cekikikan.
"Jangan
dengarkan mereka, Cewek manis. Maklum aja, orang top memang banyak yang
nyirikin. Tapi saya udah biasa. Nah mau kan kenalan sama saya?"
Cewek itu tak bereaksi. Cuma senyum dikit.
"Jangan
mau sama Boim, Cewek manis. Doi jarang jajan. Mending sama saya aja.
Nama saya Gito. Orangnya rada malu-malu kayak kucing, tapi lebih ngetop
daripada Boim. Saya juga sering nongol di film ACI, sebagai peran
utama..."
"Bo'ong! Jangan percaya!" Lupus berteriak dari belakang. "Dia itu sebetulnya yang jadi Pak Ogah di cerita Si Unyil!"
Gito ngamuk-ngamuk.
"Enggak, saya bener. Masak kamu nggak ngenalin wajah saya yang begini familiar, sih? Look at me!"
"Iya,
dia memang main di ACI. Tapi cuma jadi stuntman. Jadi kalau kebetulan
pas ada adegan orang digebukin, nah, dialah yang dipakai. Mendingan sama
saya aja. Nama saya Lupus. Punya radio dua band. Saya ini orangnya
sederhana, apa adanya, nggak kayak Boim yang..."
"Dodol! Kok saya terus yang dijadikan kambing hitam?!" protes Boim.
"Emang lu kambing!" balas Lupus cuwek.
"Sori,
tadi ada gangguan teknis. Sampai di mana tadi? Oya, saya ini orangnya
sederhana. Padahal sebetulnya saya ini orang kaya lho. Gimana nggak
kaya, saya kalo abis mengulum permen karet, langsung dibuang, nggak
pernah ditelen. Jadi sekali pakai, langsung buang. Nggak kayak Boim,
suka dipungut dan dikunyah lagi."
Sekarang giliran Boim yang ngamuk-ngamuk.
Langsung
mengacak-acak rambut Lupus. Lupus berteriak-teriak ribut sekali. Duh
itu kelakuan, kayak anak play group aja! (Ya, soalnya Lupus takut kalau
rambutnya nggak kayak John Taylor lagi!)
"Alaaaah, kalian semua
pada kayak anak kecil. Mending pacaran sama saya aja, Cewek manis. Saya
ini orangnya dewasa, jantan, dan... kamu pasti akan merasakan kehangatan
begitu jatuh dalam pelukanku...", kali ini Aji yang maju.
"Emangnya martabak, pake anget segala?" Lupus nyeletuk lagi dari belakang.
Aji
cuwek. Terus merayu. Tapi sayang, bis telah memasuki terminal Blok M.
Jadi acara lomba merayu itu terpaksa ditunda dulu sampai besok. Sang
kondektur menarik napas lega, sambil baca alhamdulillah seratus kali.
"Jangan
kuatir, Mas, besok kita pasti naik bis ini lagi. Daag!" ujar Lupus
sambil menepuk-nepuk bahu kondektur. Kondektur itu melotot galak, dan
Lupus cepat-cepat melompat turun menyusul teman-temannya.
*
Tapi
dua hari kemudian, Lupus, Boim, dan Aji dikejutkan oleh berita yang
dibawa Gito. Gito bilang bahwa cewek manis itu sekarang udah jadi
ceweknya, jadi dilarang ada yang menggodanya lagi. Dan sialnya ternyata
berita itu benar. Ketika pulang sekolah, Gito sialan itu dengan
santainya ngobrol berduaan dengan cewek manis itu di bis.
Lupus, Boim, dan Aji keki berat.
"Kamu
curang, Git! Kapan kamu berhasil ngerayunya? Selama ini kan kita
senasib dicuwekin terus sama dia? Iya nggak, iya nggak?" protes Aji.
"Kamu pake ilmu santet, ya?" Boim ikutan sirik.
Gito
cuma senyum-senyum aja. Duile, mending manis? Dan usut punya usut,
ternyata tanpa setahu teman-temannya, si Dodol itu nekat datang ke rumah
cewek tersebut. Nggak jelas, dia dapet alamat dari mana. Yang pasti,
rayuannya berhasil dan makhluk manis berambut panjang itu jatuh ke
tangannya. Dan kunci kesuksesannya adalah karena ternyata cewek itu
termasuk hobi nonton film serial ACI, dan pernah ngeliat si Gito yang
ikut cengengesan nampang sebagai Fuad. Maka, muluslah jalan baginya.
Sial banget!
"Huh, baru main di ACI aja digila-gilain. Cewek itu nggak tau 'kali, kalau saya juga bisa main pilem begituan," gerutu Boim.
"Iya--
saya juga sering ngeliat kamu jadi model iklan di bioskop, radio, dan
koran-koran. Iya, kan? Betul itu kamu?" Lupus bertanya.
"Eh, kamu tau
juga? Iya. Itu saya. Kapan kamu ngeliatnya? Di iklan apa? Iklan sepatu?
Iklan pakaian pria masa kini? Atau... jangan-jangan yang kamu liat itu
Roy Marten. Karena, ya--maklumlah, wajah saya kan mirip-mirip dia, meski
tetap kecean saya. Iya, kan? Kamu ngeliat saya di iklan apa?"
"Itu lho... iklan Kalpanax. Obat panu."
*
Dua
hari berlalu hampa. Tak ada wajah-wajah ceria ketika bis jurusan Blok M
datang tepat jam satu siang. Cuma Gito yang langsung bangkit dan ikut
pergi bersama bis kenangan itu. Yang lain tinggal, atau terus pulang.
Tapi
seminggu kemudian, mereka kembali dihebohkan dengan makhluk cantik
lainnya di bis jurusan Grogol. Pertamanya Lupus tak begitu menyadari
akan kehadiran gadis itu, tapi begitu besoknya ketemu lagi, Lupus mulai
ribut-ribut menceritakan 'penemuannya' itu kepada teman-temannya.
"Wah,
pokoknya nggak kalah cakep deh. Saya selalu ketemu dengannya kalau
pulang sekolah jam setengah dua!" celoteh Lupus. Kontan aja anak-anak
pada tertarik, dan kini, rumah mereka mendadak pada pindah ke Grogol
semua.
Maka hari-hari selanjutnya, tepat jam setengah dua, Lupus,
Boim, dan Aji selalu nampak asyik menunggu bis jurusan Grogol Kejadian
yang lalu terulang lagi. Ribut-ribut di bis, merayu sang cewek, tertawa,
dan tentu saja, bikin jengkel sang kondektur bis.
Dan suatu ketika, saat mereka bertiga lagi asyik menunggu bis, Gito nampak berlari-lari ke arah mereka.
"Lho, mau ngapain Git? Kamu nggak boleh ikutan lagi dong. Kan udah dapet yang dulu?" tegur Aji.
"Yaaaa, saya ikutan lagi dong!" rengek Gito.
"Wah, enggak bisa. Nanti kamu menang lagi. Terus kita-kita jadi nggak bisa hura-hura lagi kalau pulang sekolah."
"Enggak
deh, saya janji. Saya emang seneng banget waktu ngedapetin cewek yang
kemarin itu. Berarti kan saya lebih kece dari kamu-kamu..."
"Wuuuuuuuu!" anak-anak pada protes.
"Eit,
nanti dulu. Tapi senengnya cuma sebentar. Karena selanjutnya jadi
begitu-begitu aja. Monoton. Tiap hari nganterin dia pulang, mampir ke
rumahnya, ngobrol. Gitu-gitu terus. Nggak ada seninya. Saya jadi ngiri
ketika kalian pada nemuin cewek baru lagi. Jadi kepingin ikut-ikutan
ngegodain, ngerayu, ngejar-ngejar, seperti dulu. Nggak tau tuh, kenapa.
Menurut kamu kenapa, Im?"
"Simpel. Mungkin cinta kamu ditolak!" jawab Boim kalem.
"Enak aja. Kamu liat sendiri saya bisa dengan mudah ngedapetin dia!" Gito ngotot.
"Ealah,
malah pada ribut. Mungkin Gito bener. Ngejar-ngejar cewek mungkin lebih
enak daripada kalau udah ngedapetin. Soalnya kita masih remaja. Masih
ingin bebas. Jiwa hura-hura kita kan lebih besar daripada jiwa
romantisme kita. Dan kata orang, cewek itu ibarat bis. Lewat yang satu,
bisa menunggu yang berikutnya. Jadi nggak usah terlalu dikejar. Apalagi
pake patah hati segala. Iya nggak? Dan anehnya, kita kadang suka sekali mengejar-ngejar sesuatu yang sebetulnya tidak kita inginkan benar. Tapi nggak apa-apa kok. Namanya juga anak muda," kata Lupus sok berfilsafat, sampe teman-temannya pada ngantuk semua.
"Eh, itu bisnya datang. Ayo siap-siap!"
Mereka
berempat secara serempak bangkit. Lalu mengejar-ngejar bis dengan
semangat '45, sambil berteriak-teriak ribut sekali. Kejadian yang dulu
pun terulang lagi.
Dan, mereka akan terus begitu. Sampai suatu saat
nanti mereka begitu lelah untuk mengepakkan sayap-sayap kecil milik
mereka, dan hinggap pada sekuntum bunga. Di mana mereka akan menemukan
segalanya.
Dan, mereka pun enggan untuk terbang lagi....
0 komentar:
Posting Komentar
Tolong jangan memberikan komentar yang menusuk di hati lalu tembus di jantung admin